makalah infertilitas



Mata kuliah : keperawatan Maternitas
Dosen pembimbing: Ns.Sitti Rohani, S.kep,M.Kes

INFERTILITAS WANITA








DI SUSUN OLEH
KELOMPOK II



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat dan rahmatnyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami tepat pada waktunya. Karena tanpa seizinnya maka kami tidak akan dapat menyelesaikan tugas kami dengan tepat waktu, dan tidak lupa kami mengucapkan banyak terimah kasih atas kerjasama teman-teman dalam pembuatan tugas ini, dan terlebih kepada Ibu pembimbing.
Makalah kami ini membahas mengenai “infertilitas wanita” semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas kepada pembaca walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kami mohon kritik dan sarannya untuk penyusunan yang lebih baik kedepannya.


                                                                           Makassar  31 Oktober, 2013









BAB 1 
PENDAHULUAN 

A.    LATAR BELAKANG
Apabila banyaknya pasangan infertil di indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, maka menurut Sensus penduduk terdapat 12% baik didesa maupun dikota, atau kira-kira 3 juta pasangan infertil di seluruh indonesia.
Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertil memperoleh anak yang diinginkannya. Itu berarti separuhnya lagi terpaksa menempuh hidup tanpa anak, mengangkat anak (adopsi), poligini, atau bercerai. Berkat kemajuan teknologi kedokteran, beberapa pasangan telah dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan inseminasi buatan donor, ‘’bayi tabung’’, atau membesarkan janin di rahim wanita lain.
            Di indonesia  masih langka sekali dokter yang berminat dalam ilmu Infertilitas. Kalaupun ada, masih terlampau sering dokter dan perawatnya belum menghayati duka nestapa pasangan yang ingin anak itu. Masih terlampau banyak pasangan yang terpaksa harus menahan perasaaanya karena tidak merasa disapa, bahkan dilarang banyak bicara oleh dokternya. Mereka berobat dari satu dokter ke dokter lain karena kurang bimbingan dan penyuluhan tentang cara-cara pengelolaan pasangaan infertil.
            Sesungguhnya keluarga berencana demi kesehatan tidak pernah lengkap tanpa penagggulangan masalah infertilitas. Ditinjau dari sudut kesehatan, keluarga berencana harus meliputi pencegahan dan pengobatan infertilitas, apalagi kalau kejadiannya  sebelum pasangan memperoleh anak-anak yang diinginkannya. Lagipula penaggulangan infertilitas berdampingan dengan pelayanan keluarga berencana yang terakhir lebih mudah dapat diterima, karena program seperti itu jelas memperhitungkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.

B.     TUJUAN
1.      Mengetahui apa pengertian dari Infetilitas
2.      Mengetahui apa faktor-faktor penyebab infertilitas
3.      Mengetahui bagaimana gejala dari infertilitas
4.      Mengetahui bagaiman pencegahan serta pengobatan infertilitas




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI
Infertilitas atau kemandulan merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sering berkembang menjadi masalah sosial karena pihak istri selalu dianggap sebagai penyebabnya. Akibatnya wanita sering terpojok dan mengalami kekerasan, terabaikan kesehatannya, serta diberi label sebagai wanita mandul sebagai masalah hidupnya (Aprillia, 2010).
Fertilitas ialah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas adalah fungsi satu pasangan yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. (Sarwono Prawirohardjo, 2009)
Disebut infertilitas primer kalau istri belum perna hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepeda kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Disebut infertilitas sekunder kalau istri perna hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan (Sarwono Prawirohardjo, 2009)
B.     RESIKO PENYEBAB INFERTIL PADA WANITA
Gangguan yang paling sering dialami perempuan mandul adalah gangguan ovulasi. Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa dibuahi. Salah satu tanda wanita yang mengalami gangguan ovulasi adalah haid yang tidak teratur dan haid yang tidak ada sama sekali.
Gangguan lain yang bisa menyebabkan kemandulan pada wanita adalah :
1.      Masalah Tuba
Frekuensi faktor tuba dalam infertilitas sangat bergantung pada populasi yang diselidiki. Peranan faktor tuba yang masuk akal adalah 25-50%. Dengan demikian, dapat dikatakan faktor tuba paling sering ditemukan dalam masalah infertilitas. Oleh karena itu, penilaian potensi tuba dianggap sebagai salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan infertilitas. (Prawirohardjo, 2008)
2.      Masalah uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba Falopii manusia secepat 5 menit setelah inseminasi. Dibandingkan dengan besar spermatozoa dan jarak yang harus ditempuhnya, kiranya tidak mungkin migrasi spermatozoa berlangsung hanya gerakannya sendiri. Tidak disangkal, kontraksi vagina dan uterus memegang peranan penting dalam transportasi spermatozoa ini. Pada binatang kontraksi alat-alat itu terjadi karena pengaruh oksitosin yang dikeluarkan oleh hipotalamus sewaktu bersenggama. Pada manusia, oksitosin tidak berpengaruh terhadap uterus yang tidak hamil akan tetapi prostaglandin dalam air mani dapat membuat uterus berkontraksi secara ritmik. Ternyata, prostaglandinlah yang memegang peranan
penting dalam transportasi spermatozoa ke dalam
uterus dan melewati penyempitan pada batas uterus dengan tuba itu. Ternyata pula, uterus sangat sensitif terhadap prostaglandin pada akhir fase proliferasi dan permulaan fase sekresi. Dengan demikian, kurangnya prostaglandin dalam air mani dapat merupakan masalah infertilitas.
Masalah lain yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui uterus ialah distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, atau polip; peradangan endometrium, dan gangguan kontraksi uterus. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan intrauterin, dan nutrisi serta oksigenisasi janin. (Prawirohardjo, 2008)


3.      Peningkatan usia
Prevalensi infertilitas meningkat secara dramatis bila terjadinya peningkatan usia. (US Congress, 1988)
 Infertilitas dikatakan stabil bilamana sampai usia 36 tahun dan terjadi kemunduran secara perlahan hingga umur 40 tahun, diikuti dengan kemunduran yang cepat setelah umur 42 tahun. (Trussell J,etc., 1986)
4.      Stress.
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi hormonal di antara otak, hipofisis, dan ovarium. Mempengaruhi juga maturisasi pematangan sel telur pada ovarium. Di saat kita sedang mengalami stress, terjadilah perubahan suatu ncurokimia di dalam tubuh. Hal tersebut dapat mengubah maturasi dan pelepasan sel telur. Contohnya, di saat wanita dalam keadaan stress, spasme dapat terjadi pada tuba falopi dan uterus, dimana hal itu dapat mempengaruhi pergerakan dan implantasi pada sel telur yang sudah matang. (ICBS, 2000)
5.      Merokok
Merokok berhubungan erat dengan infertilitas baik pada laki-laki maupun perempuan. Di dalam experimental hewan, nikotin danpolycyclic aromatic hydrocarbons dapat mcmblok spermatogenesis dan mengurangi ukuran testis. Pada wanita, tembakau mengubah lendir serviks dan sel epitelium dan transpor garnet
6.      Penyakit menular seksual.
7.      Gangguan kesehatan yang menyebabkan terganggunya
keseimbangan hormon. (Prawirohardjo, 2008)


C.     ETIALOGI YANG MEMPENGARUHI INFERTILITAS PADA PEREMPUAN
1.      Hormonal
Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium yang menyebabkan :
a.       Kegagalan ovulasi.
b.      Kegagalan endometrium uterus untuk berproliferasi dan sekresi.
c.       Sekresi vagina dan ccrvix yang tidak menguntungkan bagi sperma.
d.      Kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopii yang menghalangi spermatozoa mencapai uterus.
2.      Sumbatan
Tuba falopi yang tersumbat bertanggung jawab untuk kira - kira sepertiga dari penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan
a.       Kelainan congenital
b.      Penyakit radang pelvis umum, misalnya apendisitis dan
per itonitis.
c.       Infeksi traetus genitalis yang naik, misalnya gonore.
3.      Faktor Lokal
Keadaan — keadaan seperti:
a)      Fibroid uterus, yang menghambat implantasi ovum.
b)      Erosi cervix yang mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma.
c)      Kelainan kongenital vagina, cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma atau ovum.
d)     Mioma Uteri. sampai bisa menghambat terjadinya kehamilan belum jelas diketahui. Mungkin disebabkan oleh tekanan pada tuba, distorsi, atau elongasi kavum uteri, iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai (Prawirohardjo, 2008)

D.    SYARAT PEMERIKSAAN PASANGAN INFERTIL
Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai suatu kesatuan. Itu berarti, kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau di periksa, maka pasangan itu tidak diperiksa. Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai berikut:
1.      Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk mendapatkan anak selama 12 bulan (1 tahun). Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila:
a.       Pernah mengalami keguguran berulang
b.      Diketahui mengidap kelainman endokrin
c.       Pernnah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d.      Pernah mengalami bedah ginekologik
2.      Istri berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan itu datang ke dokter
3.      Istri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini.
4.      Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yag dapat membahayakan kesehatan istri atau anaknya.
E.     PEMERIKSAAN MASALAH-MASALAH INFERTILITAS
1.      Masalah vagina
Kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks perlu untuk fertilitas. Masalah agina yang dapat menghambat penyampaian ini ialah adanya sumbatan atau peradangan. Sumbatan psikogen disebut vaginismus atau disparemia, sedangkan sumbatan anatomik dapat karena bawaan atau perolehan. Vaginitis karena kandida albikans atau trikomonas vaginalis hebat dapat merupakan masalah, bukan karena antispermisidalnya, melainkan antisanggamanya.
2.      Masalah serviks
Serviks biasanya mengarah kebawah belakang, sehingga berhadapan langsung dengan dinding belakang vagina. Kedudukannya yang demikian itu memungkinkannya tergenang dalam air mani yang disampaikan pada fornis posterior.
Infertilitas yang berhubungan  dengan faktor serviks dapat disebabkan dengan sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yanfg abnormal, malposisi dari serviks, atau kombinasinyya. Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yamng dapat berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (Atresia, polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan (servisitis menahun), sinekia (biasanya bersamaan dengan sinekia intrauteri) setelah konisasi, dan inseminasi yang tidak adekuat
3.      Masalah uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba falopi manusia secepat 5 menit setelah inseminasi. Dibandingkan dengan besar spermatozoa dan jarak yang harus ditempuhnya, kiranya tidak mungkin migrasi spermatozoa berlangsung hanya karena gerakannya sendiri. Tidak disangkal kontraksi vagina  memegang peranan penting dalam transportasi sppermatozoa ini. Pada manusia, oksitosin tidak berpengaruh terhadap uterus yang tidak hamil akan tetapi prostaglandin dalam air mani  dapat membuat uterus berkontraksi secara ritmik. Ternyata, prostaglandinlah yang memegang peranan penting dalam transportasi spermatozoa kedalam uterus dan melewati penyempitan pada batas uterus dengan tuba itu. Ternyata pula,  uterus sangat sensitif terhadap prostaglandin pada akhir fase proliferasi dan permulaan fase sekresi. Dengan demikian, kurangnya prostaglandin dalm air mani dapat merupakan masalah infertilitas.

4.      Masalah tuba
Frekuensi faktore tuba dalam infertilitas sangat berganutng pada  populasi yang diselidiki. Peranan faktor tuba yang masuk akal ialah 25-50 %. Dengan demikian, dapat dikatakan faktor tuba paling sering ditemukan dalam masalh infertilitas. Oleh karena itulah, penilaian potensi tuba dianggap salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan infertilitas.
5.      Masalah ovarium
Deterksi ovulasi merupakan bagian integral pemeriksaan infertilitas karena kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa ovulasi.  Ovulasi yang jarang terjadi pun dapat menyebabkan infertilitas. Deteksi Tepat ovulasi kini tidak seberapa penting lagi setelah diketahui spermatozoa   dapat hidup dalam lendir serviks sampai 8 hari. Daeteksi tepat ovulasi baru diperlukan kalau akan dilakukan inseminasi buatan, menentukan saat senggama yang jarang yang dilakukan,  atau kalau siklus haidnya sangat panjang. Bagi pasangan-p[asangan invertil yang bersenggama teratur, cukup dianjurkan senggama 2 hari sekali pada minggu dimana ovulasi diharapkan akan terjadi. Dengan demikian, nasehat senggama yang terlampau ketat tidak diperlukan lagi. Selain kehamilan atau ditemukannya ova pada pembilasa tuba, pemeriksaan ovulasi manap[un masi dapat mengalami kesalahan. Pengamatan korpuys luteum secara langsung merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya, akan tetapi pemeriksaannya dengan jalan laparoskopi itu tidak mungkin dilakukan secara rutin. Walaupun demikian, terdapat berapa cara pemeriksaan dimana seorang klinikus dapat mendeteksi ovulasi atau mendiagnosis anovulasi dengan ketepatan yang layak. Siklus haid yang teratur ddan lama haid yang sama biasanya merupakan siklus haid yang berovulasi. Menurut ogino, haid berikutnya akan terjadi 14 + 2 hari setelah ovulasi. Siklus haid yang tidak teratur, dengan lama haid yang tidak sama, sangat mungkin disebabkan oleh anovulasi. Amenore hamper selalu disertai kegagalan ovulasi.
Ovulasi kadang-kadang ditandai oleh nyeri perut bawah kiri atau kanan, pada kira-kira siklus haid ini dianggap sebagai ovulasi, yang telah dibuktuikan kebenarannya oleh warton dan henrikson dengan jalan laparatomi.
Saaat-saat ovulasi kadang-kadang disertai keputihan, akibat pengeluaran lender sevrviks yang berlebihan, dan kadang-kadang diseratai pula dengan pendarahan sedikit. Ketegangan jiwa, atau nyeri payudara pra haid sering kali terjadi pada siklus haid yang berovulasi.
6.      Masalah peritoneum
Laparoskopi diagnostic telah menjadi bagian integral terakhir pengelolaan invertilitas untuk memeriksa masalah peritoneum. Pada umumnya untuk mendiagnosis kelainan yang samar, khususnya pada istri pasangan invertil yang berumur 30 tahuin lebih, atau yang telah mengalami invertilitas selama 3 tahun lebih. Espesito menganjurkan agar laparoskopi diagnostic dilakukan 6-8 bulan setelah pemeriksaan invertilitas dasar selesai dilakukan. Lebih terperinci lagi, menurut albano, indikasi untuk melakukan laparoskopi diagnostic adalah:
a.       Apabila selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan
b.      Kalau siklus haid tidak teratur, atau suhu basal badan monofasik
c.       Apabila istri pasangan infertile berumur 28 tahun lebih, atau mengalami invertilitas selama 3 tahun lebih
d.      Kalau terdapat riwayat laparatomi
e.       Kalau perna dilakukan histerosalpingografi dengan media kontras larut minyak
f.       Kalau terdapat riwayat apendisitis
g.      Kalau pertuasai berkali-kali abnormal
h.      Kalau disangka endometriosis dan
i.        Kalau akan dilakukan inseminasi buatan

F.      PEMERIKSAAN INFERTILITAS
Pemeriksaan infertilitas dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
1.    Histeroskopi
Histeroskopi adalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam fisiologik, atau gas CO2. Dalam infertilitas, pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila terdapat:
a.    Kelainan pada pemeriksaan histerosalpingografi.
b.    Riwayat abortus habitualis.
c.    Adanya mioma atau polip submukosa.
d.   Perdarahan abnormal dari uterus.
e.    Sebelum dilakukan bedah plastik tuba, untuk menempatkan kateter sebagai splint pada bagian proksirnal tuba.
2.    Sitologi Vaginal Hormonal
Sitologi vagina hormonal menyelidiki sel — sel yang terlepas dari selaput lendir vagina, sebagai pengaruh hormon — hormon ovarium (estrogen dan progesteron). Pemeriksaan ini sangat sederhana, mudah dan tidak menimbulkan nyeri, sehingga dapat dilakukan secara berkala pada seluruh siklus haid. Tujuan pemeriksaan sitologi vagina hormonal ialah :
a.    Memeriksa pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang khas pada fase proliferasi.
b.    Memeriksa adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sistologik pada fase luteal lanjut.
c.    Menentukan saat ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik ovulasi yang khas.
d.   Memeriksa kelainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi. (Prawirohardjo, 2008)
3.    Laparoskopi
Pemeriksaan bagian dalam abdomen dengan menggunakan sebuah laparoskopi, dengan cara dimasukkan ke rongga peritoneum. Dapat juga melihat ke rongga pelvik. (Dorland, 2002)

4.    Hysterosonography
Hysterosonography, yang juga disebut sonohysterography, adalah teknik noninvasif baru yang melibatkan infus lambat dari larutan garam steril ke dalam rahim wanita selama pencitraan USG.
Hysterosonography memungkinkan dokter untuk mengevaluasi pertumbuhan abnormal di dalam rahim; kelainan jaringan yang melapisi rahim (endometrium), atau gangguan yang mempengaruhi lapisan jaringan yang lebih dalam. Hysterosonography tidak memerlukan bahan radiasi atau media kontras, atau prosedur bedah invasif (Cullinan, 1995)
G.    DAMPAK INFERTILITAS
Kondisi Infertilitas adalah masalah rumit yang dapat memicu berbagai masalah mental. Infertilitas atau ketidaksuburan dapat menjadi masalah emosional yang tidak terselesaikan (Radar Sulteng, 2003). Belum lagi apabila pasangan memuluskan menjalani berbagai terapi atau program pengobatan. Harapan yang tinggi untuk mempunyai anak ditambah lagi dengan disiplin yang tinggi terhadap program pemeriksaan dan pengobatan.
Memang reaksi menghadapi Suatu masalah sangat tergantung pada pribadi masing-masing orang. Mungkin ada orang yang mengalami masalah yang sama, tetapi dapat menghadapi dengan rileks. Sebaliknya, ada yang memberikan reaksi yang negatif sehingga menyebabkan stress. Stress yang dialami secara berkelanjutan akan menimbulkan depresi (Kasdu, 2002).
Gejala depresi ini berupa perasaan sedih dan tertekan, mudah marah jika melihat orang lain gembira atau tidak suka mendengarkan musik. Penderita tidak mampu mengerjakan pekerjaan sederhana, terganggu selera makannya, sukar tidur, kadang kala tiba-tiba menangis tanpa diketahui sebabnya. Ada juga yang menjadi suka makan untuk mendapatkan perasaan tenang. Pada keadaan ini mereka sering kali mengasihi diri sendiri, mereka menghendaki orang lain yang menyesuaikan dengan dirinya. Depresi yang berat atau kronis akan membuat orang tersebut sering merasa gelisah selama berminggu-minggu, bahkan bisa sampai berbulan-bulan. Dalam keadaan ini orang tersebut tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Depresi seperti ini akan melumpuhkan penderitanya sehingga tidak dapat bangkit dari tempat tidur, tidak bisa keluar
rumah dan perasaan tidak berdaya (Kasdu, 2002).
Selain hal tersebut dampak psikologis yang dialami menyangkut kondisi internal, hubungan interpersonal dan seksual suami-istri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zamralita, dkk (2004) mengungkapkan bahwa infertilitas yang dialami oleh seorang isteri akan menimbulkan dampak psikologis yang cukup berat. Dampak psikologis yang dialami yaitu munculnya perasaan frustasi, depresi, isolasi, marah dan rasa bersalah perasaan tidak sempurna dan kurang berarti. Selain itu, infertilitas berdampak buruk terhadap hubungan suami isteri. Mereka menjadi  jauh satu sama lainnya, hubungan menjadi kurang harmonis dan kehidupan seks antara suami tidak lagi hangat dan mesra. Dampak dari kondisi
infertilitas juga dialami oleh suami berupa perasaan sedih, tidak berguna, rendah
diri dan merasa bersalah pada pasangannya (Wirawan dan Setiadi, 2003).
H.    PENANGANAN DAN PENGOBATAN
Penanganan pasangan infertilitas sangat beragam, tergantung sumber gangguannya. Untuk itu penting untuk mengetahui penyebabnya, yang dilakukan dengan berbagai pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan lalu diupayakan penanganan sesuai dengan jenis gangguan. Penanganan dapat berupa pemberian obat-obatan untuk mengatasi gangguan kesuburan dengan cara memicu pertumbuhan sel telur, mengatasi endometriosis, pengobatan hormon pria untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sperma. Sekarang juga dikenal adanya teknologi reproduksi yang dibantu seperti Inseminasi Intra Uterine (IIU), G1FT (Garnet Intra Fallopian Tube), ZIFT (Zygote Intra Fallopian Transfer), Fertilisasi ln Vitro (FIV) dan lain sebagainya (Kasdu, 2002)





0 Responses